Saturday, November 9, 2013

Mie Kocok dan Kopi ala Alfonso Bialetti di Kenari.

Karena kondisi kaki sudah mulai membaik, walaupun masih sakit bila berdiri terlalu lama, akhirnya kemarin saya bersikeras menemani istri. Perjalanan kemarin lumayan jauh, walaupun belum sejauh perjalanan ke Arul Gele, tempat saya pernah bertemu dengan seorang laki-laki tua bernama pak Nasip. Laki-laki yang merasakan kelahiran negeri ini hingga saat ini. Laki-laki yang punya cerita menarik, serta pernah bertemu dengan Presiden Republik Indonesia, yang sering dilupakan, Syafruddin Prawiranegara.

Tapi itu lain cerita, nanti di postingan lainnya akan saya ceritakan.

Saya malah ingin bercerita tentang satu tempat makan. Kenari namanya. Warung kayu yang terletak di tengah kota Takengon. Tak jauh dari pasar inpres. Yang saya tahu soal warung ini, hanya bangunan itu milik keluarga Profesor Dr. Alyasak Abu Bakar, seorang akademisi dan ulama, yang juga abang dari dosen pembimbing saat saya kuliah dulu, Dr. Ir. Yusya Abubakar, M.Sc. Pembantu Dekan Bidang Kerjasama/PD-IV di Fakultas Pertanian Unsyiah.


Kesan pertama ketika istri mengajak makan disitu adalah biasa saja. Kebetulan saya beberapa kali patah hati dengan tempat makan di kota Takengon. Selain soal rasa yang sering mengecewakan, tak enaknya kopi yang dihidangkan pun sering membuat saya bertanya, benarkah saya di dataran tinggi Gayo? Tempat yang dikenal sebagai salah satu produsen kopi arabica terbaik di dunia. 

Mengikuti anjuran istri, saya memesan mie kocok (sama dengan pesanan istri) dan kopi. Makanan yang katanya berasal dari bandung (sunda) ini memamng salah satu jenis jajanan yang paling saya suka sejak kanak-kanak. Lalu tak lama pesanan pun sampai.

Disajikan dalam piring putih, mie dengan tambahan daging sapi giling tumis. Mie yang digunakan berjenis kecil dan tipis. Bukan mie yang tebal dan besar seperti yang biasa digunakan untuk mie goreng. Mienya terlihat segar, dan beraroma tepung baru, tidak berbau apak. Kuah kaldunya sederhana. Berwarna kuning tipis dan samar, dengan taburan irisan daun bawang, kuah itu diletakan dalam mangkok kaca putih juga. 

Ketika pertama dituangkan keatas mie, aroma kaldu langsung membumbung. Saya membubuhkan kecap asin, dan mencari-cari cuka, tapi tak ada. Lalu menambahkan bawang acar. Saat menambhakan bawang acar saya sadar kenapa cuka tak ada. Bawang itu sudah dengan cuka, dan ada tambahan jeruk nipis.

Dan ternyata, kombinasi itu memberi rasa yang sangat enak.

Mie yang matang sempurna, tidak terlalu lembek, kuah kaldu dengan rasa yang ringan namun terasa, daging sapi tumis yang agak manis dengan sedikit rasa rempah, kecap asin, dan acar bawang dengan asam kombinasi cuka dan jeruk nipis yang pas takaran. Lezaaaaaat. Asli enaknya.

Ternyata kejutannya bukan hanya sampai disitu. Saat beralih mencicipi kopi, ada kejutan lain. Kopi ini, enaaaaaaak betul. Saya melirik ke tempat meracik kopi dan baru sadar, ada 'ceret' persegi yang sangat saya kenal, Moka Pot. 

Ada beberapa cara untuk membuat kopi enak, selain the famous Kopi Tubruk. Yaitu, Vietnam Drip, French Press, dan Moka Pot. Secara umum rasa yang dihasilkan oleh Moka Pot terasa lebih pahit dibanding dengan kopi tubruk biasa, sedikit menyerupai espresso walau lebih ringan. Tak heran kalau Moka Pot tetap menjadi pilihan untuk menyeduh kopi khususnya di Italia. Ceret persegi yang diciptakan oleh Alfonso Bialetti dari Itali ini sangat populer di sana dan ditemukan selalu di setiap rumah untuk menciptakan kopi dengan intensitas yang hampir menyamai mesin espresso.
Moka Pot

Dan harganya, dua porsi mie kocok, secangkir teh hangat yang harum pekat, dan secangkir kopi enak, hanya Rp. 30.000,- Walapun sebenarnya terbilang sedikit mahal untuk ukuran kantong kami, tapi saya tahu harga itu sebenarnya murah bila disandingkan dengan kualitas rasanya. Terutama kopinya itu.

Tidak hanya itu, saat saya kembali selepas shalat jum'at, saya juga medapat kesempatan belajar dari pemiliknya, Roni Kenari, tentang kopi. Bukan hanya dari pak Roni yang jelas sangat mencintai kopi, juga dari pak Baron, seorang Coffee Roaster yang sudah dikenal namanya secara international, dan mas Rizky, pemuda dari semarang yang sedang menekuni soal 'roasting' bersama pak Baron. Itu akan saya sampaikan dipostingan berikutnya.



  1. padahal gak terlalu suka makan mie kocok.. tp, kok mendadak hawa ya.. *delivery ahhh.. hhe

    ReplyDelete

Start typing and press Enter to search