Monday, November 25, 2013

Singham, Tsubasa, Ipin Upin, dan Putri Yang Tertukar.


Semalam, saya dan istri menonton film india. Bioskop kecil kami adalah laptop masa perjuangan dengan suara yang tdk bisa terlalu mengelegar. Selain karena kapasitas speaker bawaan yg memang masih termasuk zuhud, juga karena rumah kontrakan kami dengan tetangga agak sedikit terlalu mudah berbagi suara. Jadi demi kenyamanan dan hubungan baik antara sesama kontraktor, saling mengertilah.

Film yang kami tonton adalah Singham (2011). Film aksi Bollywood ini sebenarnya remake film blockbuster Tamil, judulnya Singam. Singham secara harafiah bisa diterjemahkan sebagai Lion/Singa. Merujuk pada lambang tiga ekor singa yang ada pada seragam polisi India. Ceritanya mengenai seorang polisi 'super jujur' Bajirao Singham (Ajay Devghan), yang berhadapan dengan penjahat super culas dan kejam yang mencalonkan diri jadi menteri. Filmnya memang didesain sangat berlebihan. Aksinya sengaja dibuat-buat konyol dan over dalam banyak hal. Gaya naik motor yang norak, pukulan yang membuat penjahat terbang jungkir balik, belum lagi aksinya yang sengaja sok keren. Walaupun belum mampu menandingi 'berlebihannya' Shaolin Soccer & Kung Fu Hustle Stephen Chow.

Bukan filmnya yang menarik. Tapi konsepnya. Bagaimana menggunakan film untuk mengkritik pemerintahan India yang korup dan polisi yang sudah bercitra kotor, atau memberikan impian bahwa masih akan ada kebaikan dan seorang pahlawan jujur yang akan menghadapi kondisi korup itu. Menawarkan harapan. Atau membuka wawasan.

Film lainnya yang mengangkat kritik sosial juga cukup banyak, seperti Tare Zamen Par dan 3 idiot (Aamir Khan), atau Chak De India dan My Name is Khan (Sharukh Khan). Kalau di Tare Zamen Par, Aamir Khan mengkritik ketidak pahaman guru pada anak Disleksia dan cara mendidik anak yang salah. Maka di 3 Idiot, kritikannya terfokus pada sistem perkuliahan yang terpaku pada teori, tanpa peduli hasil dan pemahaman lapangan. Chak De India mengangkat nasionalisme dan mempopulerkan tim hockey wanita, Sedangkan My Name is Khan, mengangkat tema tolong menolong umat manusia dan pernyataan tegas -- I Am a Muslim, and I'm not a terrorist.

Saya jadi teringat dengan Jepang. Pada tahun 1981 seorang komikus, Yoichi Takahashi, menciptakan karakter Tsubasa Oozora, yang menjadi tokoh utama dalam manga Captain Tsubasa. Kisah tentang Tsubasa dan teman-temannya yang mendirikan klub sepak bola. Serial aslinya tampil di  Shueisha's Weekly Shōnen Jump comic book magazine, dari tahun 1981 hingga 1988. Kemudian dilanjutkan dalam beberapa seri khusus, Captain Tsubasa: World Youth Saga (1994-1997), Road to 2002 (2001-2004), dan yang terakhir Captain Tsubasa: Kaigai Gekito Hen En La Liga (2010-2012). Manga ini sendiri ternyata menjadi latar belakang dari berkembangnya sepak bola Jepang. Banyak pemain berbakat di Jepang menveritakan bagaimana Tsubasa menjadi alasan mereka tertarik pada sepak bola. Ada banyak manga lainnya juga memberi pengaruh di berbagai bidang, ekonomi, olahraga lainnya, desain, dan terutama nasionalisme.

Dari Malaysia, kita mengenal karakter dua bocah konyol Upin dan Ipin. Bila kita perhatikan, ceritanya memang baik dalam hal pendidikan anak, namun disisi lain coba lihat lagi, mereka mengangkat kehidupan kampung di Malaysia. Tentang interaksi sosial, budaya, dan kebanggaan pada negara mereka.
Mereka memberdayakan media, untuk melakukan 'cuci otak' menanamkan konsep dan wawasan bagi penonton. Konsep yang baik, nasionalisme, semangat. Membangun arah impian yang menguntungkan dan meningkatkan potensi. Walaupun tidak semua film india, jepang, atau malaysia, seperti itu. Tapi ada, dan berpengaruh. Jepang masuk piala dunia, Malaysia nasionalisme meningkat.

Bagaimana Indonesia?

Kita memang punya Alenia. Alenia Pictures adalah sebuah rumah produksi asal Indonesia yang didirikan oleh Ari Sihasale dan Nia Zulkarnaen. Film perdana mereka, Denias, Senandung di Atas Awan, berhasil menembus persaingan di film Indonesia pada tahun 2008 untuk mewakili Indonesia dalam Film Terbaik Berbahasa Asing di ajang Piala Oscar. Film lainnya dari Alenia juga keren dan berkualitas: King (2009), tentang anak yang suka main bulu tangkis, Tanah Air Beta (2010), Serdadu Kumbang (2011), Di Timur Matahari (2012), dan Leher Angsa (2013). Temanya beragam, tapi terpusat pada kecintaan pada tanah air, Nasionalisme, dan kekuatan berbuat baik bagi sesama.
Ada juga Sang Pencerah, Laskar Pelangi (dan lanjutannya), 5 Cm, KCB, dan beberapa lainnya. Tapi masalahnya, selain sedikit film berkualitas itu, masyarakat Indonesia di bombardir dengan sampah media.

Gosip, gosip, dan gosip. Atau Sinetron seperti Putri Yang Tertukar, Anugerah, dll. Banyak sinetron yang tidak memiliki nilai edukasi, malah mengajarkan pergaulan bebas atau kemaruk (maaf bingung menterjemahkan ke bahasa indonesia, mungkin kurang lebih tergila-gila) dengan gaya J-Pop atau K-Pop. Seolah belum cukup parah, sinetron anak dibumbui dengan kekerasan, mistik atau hal-hal yang sama sekali tidak mendidik. Ditambah lagi media kita yang semakin bangga dengan konsep 'Bad News is a Good News'. Berita buruk adalah berita yang mantap untuk ditayangkan.

Hasilnya lihatlah kondisi bangsa yang besar ini. Masyarakat kehilangan batasan moral. Angka kejahatan meningkat. Nasionalisme kandas sampai ke level lebih bangga dengan negara lain ketimbang negara sendiri. Presiden dan pejabat sibuk curhat ke rakyat tanpa wibawa, ulama jadi artis, artis jadi bandit.

Ntahlah, tapi mudah-mudahan ke depan ada perubahan. Masih berharap kita bisa belajar dari nilai baik di negara lain. Jangan sampai kita semua menjadi Amr ibn Luhay, Tokoh dari masa sebelum Rasulullah yang nyaris terlupakan dalam sejarah, yang untungnya, syaikh Muhammad ibn 'Abdul Wahhaab mengangkat kembali profilnya dalam buku beliau, Mukhtashar Siraatir Rasuul. Sang Perantara, yang berniat membawa kemoderenan ke Mekah, namun perjalanannya ke Syam -- seperti cerita kaum liberal yang merasa dapat pencerahan setelah kuliah ke luar negeri, padahal tak paham -- hanya membawa pulang konsep berhala dan kemunduran.
  1. kalau di Malaysia serial upin dan ipin ini sangat laris

    ReplyDelete
    Replies
    1. Di Indonesia juga :) Dan lumayan aman buat ditonton anak-anak.

      Delete
  2. Menunggu serial kartun aceh terbit juga :D

    ReplyDelete

Start typing and press Enter to search