Saturday, December 30, 2017

Mante, Mitos atau Nyata.


Sejak beberapa tahun ini, bila berbicara sejarah Aceh, ada bagian ketika saya harus menahan rasa kesal. Menghadapi olok-olok dan senyum geli. Pasalnya sederhana, Mante.

Sudah 4 tahun saya secara administratif menjadi warga Kab. Aceh Tengah. Secara sosial, bagi sebagian teman, saya masih pendatang, orang luar. Dan dalam berbagai kesempatan ngobrol maupun diskusi, ketika membahas sejarah di ujung Sumatera ini, senyum geli atau olok-olok selalu ada saat nama Mante muncul.

Di Dataran Tinggi Gayo, Mante (Manti?) adalah mahluk halus. Sejenis entitas non manusia dengan kaki terpuntir dan menyerupai hewan.

Sedangkan bagi saya, Mante adalah suku asli yang mendiami pedalaman rimba Aceh pesisir.

Tapi kenapa bisa sangat berbeda? Entahlah. Bisa jadi karena sumber data yang berbeda.

Sejak kecil, Almarhum Nek Ayah saya, seorang petugas polisi di masa awal kemerdekaan, sering menceritakan mengenai berbagai hal. Dari kisah Kandang Babi di salah satu bagian Banda Aceh, hingga Gudang Preman di Jambo Tape yang pada masanya adalah pinggiran kota, tempat orang berduel senjata bila tak bisa menyelesaikan masalah secara musyawarah. ( klik di sini untuk membaca) Dan kisah Mante, termasuk diantara cerita-cerita itu.

Alih-alih dongeng tentang mahluk halus, Mante yang beliau ceritakan adalah suku yang mendiami wilayah di atas Seulimum. Aceh Besar. Beberapa kali nama Semiluk disebut sebagai tempat suku yang secara fisik beliau deskripsikan: sangat pendek, pesek, dan berkulit coklat sangat gelap. Mereka bercawat, atau hanya mengenakan celana pendek.

Di masa SMA saya, cerita senada saya dengar dari Teuku Mukhsin, kakek teman saya, yang pernah bertugas di kantor pemerintahan di Seulimum lalu di Jantho ketika ibu kota Aceh Besar itu dibangun.
Tak menyebut nama Mante, tapi orang asli yang pernah dilihatnya di wilayah hutan tak jauh dari Jantho, adalah orang-orang pendek, hanya mengenakan kain seperti sarung kecil. Dan mereka membawa tombak kayu.

Meskipun beliau sudah duduk di kursi roda, tapi detil cerita yang disampaikan sangat baik. Sulit utk menganggapnya hanya dongeng.

Cerita sejenis sering saya dengar bila bertanya pada orang tua-tua. Said Munawar yang pernah bekerja membuka wilayah Jantho ketika pembangunan kota itu dimulai, almarhum abang ayah saya, Said Husin, juga pernah menceritakan hal serupa.

Nama-nama tempat yg dikaitkan dengan kehadiran orang-orang pendek ini bila diperhatikan saat itu adalah wilayah yang memang berupa hutan yang semula tidak tersentuh pembangunan modern. Saya pernah mencatatnya, tapi kemudian catatan-catatan itu hilang dan rusak saat tsunami.

Sebagian besar masih saya ingat. Tapi soal nama tempat, hanya satu yang membekas Semiluk. Saya masih ingat, karena saya mencari Semiluk cukup lama dan tidak pernah menemukan nama itu. Pernah membuat peta kasar, sebaran cerita mengenai Mante berada pada area dari Seulimum, Jantho, hingga Beutong.

Lalu beberapa waktu lalu saya menemukan Semiluk. Di peta digital, tanpa sengaja.  Tepatnya Gle Semiluk. Dan lokasinya berada di tengah wilayah yg masih berupa hutan rimba. Diantara Aceh Besar, Pidie Jaya, dan Aceh Barat.




Saya teringat pernah juga menemukan nama Semiluek dalam 'Tarikh Aceh dan Nusantara, H. M. Zainuddin' yang cetakan pertamanya terbit 1961. Dan kopian tulisan Dada Meraxa, Ungkapan Sejarah Aceh.

Hanya Mante yang tidak ada?

Dalam Tarikh Aceh dan Nusantara, nama Mante (Bante) muncul sebaris dengan nama Lanun, Semang, Sakai, Jakun.
Dan ternyata nama-nama itu bukan hanya dongeng. 

Lanun, adalah grup etnik yang mendiami Mindanao, Philipina. Mereka juga mendiami pesisir barat Sabah, Malaysia. Suku yang aslinya bernama Iranun ini pada masa kolonial Inggris di Malaysia dicatat sebagai Ilanun, yang kemudian membuat mereka dikenal sebagai orang Lanun. Mereka sering menyerang kapal-kapal yang melintasi wilayah mereka, mungkin ini asal kata Lanun, yang dalam bahasa Malaysia berarti Bajak Laut. Setidaknya terdapat 25 pemukiman di Sabah yang dihuni keturunan suku ini.

Dalam indeks Pustaka Kongres Amerika, dapat ditemukan Iranun; Ilanun; Lanun dideskripsikan sebagai Philippines.

Begitu juga dengan Semang. Pada masa kolonial Inggris di Malaysia, mereka mengklasifikasikan penduduk asli yang mendiami wilayah utara Semenanjung Malaka sebagai Orang Sakai. Yang sebenarnya merujuk pada grup etnik Negrito yang semula dikenal dengan nama Semang. Saat ini keturunan orang Sakai dapat ditemukan di Perak, Kedah, dan Pahang.


Sedangkan Jakun, adalah kelompok etnis asli lainnya yang mendiami Semenanjung Malaka / Malay Peninsula. Memiliki kekerabatan dengan Orang Laut, etnis Jakun diyakini sebagai cabang dari Proto Malay.

Tapi tidak ada data mengenai Mante? Menurut saya, ada beberapa kemungkinan.
Kisah legenda seringkali adalah kejadian nyata yang bercampur dengan imajinasi atau opini pencerita, yang bisa jadi berkembang seiring proses penceritaan dari mulut ke mulut. Ada bertambah, berkurang dan bahkan berubah total. Tapi menyepelekan keberadaan legenda, cerita rakyat, adalah hal salah. Banyak 'catatan'  masa lalu diwariskan melalui kisah lisan.

Dengan melihat kisah Mante di pesisir Aceh yang semuanya sepakat menggambarkan sosok orang pendek yang menjauhi manusia lain, berkulit coklat, hanya mengenakan kain atau celana pendek, bertongkat atau tombak. Sangat mungkin cerita-cerita ini sebenarnya merujuk pada pemukim asli.

Besar kemungkinan mereka hanya mendiami wilayah yang kelak menjadi provinsi Aceh ini, yang keberadaanya tidak terdokumentasi. Selain karena luas dan lebatnya wilayah hutan di Aceh, yang sampai sekarang masih memiliki wilayah tak terjamah manusia.

Di sisi lain, Belanda dan Inggris memang memiliki sejarah ketertarikan yang berbeda dalam dokumentasi pada masa kolonial. Inggris tercatat memiliki dokumentasi eksplorasi yang jauh lebih lengkap.

Fakta bahwa di wilayah Aceh, Belanda tidak benar-benar menguasai dan harus menghadapi peperangan yang digelorakan oleh rakyat dari pesisir hingga dataran tinggi, bisa jadi memengaruhi dokumentasi dan pencatatan data.

Sampai saat ini, saya masih meyakini bahwa kisah Mante adalah kisah mengenai suku asli yang masih layak untuk dipelajari. Sejarah membuktikan, di seluruh Indonesia, banyak terdapat pemukiman-pemukiman asli, yang baru diketahui keberadaannya pada beberapa dekade terakhir. Dan melihat bentang alam yang luas, bukan tak mungkin, ada yang belum diketahui.

Bisa jadi, satu waktu nanti akan terungkap kebenarannya. Atau justru tetap menjadi misteri.


Sumber Data & Foto:

Zainuddin, H. M, 2012, Tarikh Aceh dan Nusantara. Banda Aceh, LSKPM

Wikipedia, https://en.m.wikipedia.org/wiki/Semang

Wikipedia, https://en.m.wikipedia.org/wiki/Iranun_people

Wikipedia, https://en.m.wikipedia.org/wiki/Jakun_people
Peta Gle Semiluk, https://mapcarta.com/25759684

Dan berbagai sumber lainnya.

Post a Comment

Start typing and press Enter to search