Monday, January 4, 2016

Lembar Kosong Di Layar Laptop


Ada begitu banyak yang ingin saya tuliskan. Pertemuan kemarin dengan seorang rektor sebuah universitas di Sumatera Utara, obrolan santai dengan Mas Gilang yang datang ke dataran tinggi Gayo untuk menulis, perjumpaan tidak sengaja dengan Kang Yayan yang mantan bos saya di satu lembaga kemanusiaan internasional, atau diskusi menarik dengan pak Yustra Iwata tentang presiden Jokowi yang beliau kenal langsung.

Tapi kata-kata justru tertahan dalam pikiran saya. Bercampur dengan empat naskah yang tak bisa saya tinggalkan salah satunya, sehingga dikerjakan berbarengan, dan hasilnya entah kapan akan selesai.

Begitu banyak yang ingin ditulis, tapi disaat yang bersamaan juga bingung hendak menulis apa. Macet, menatap layar putih microsoft word, yang meniru tampilan kertas biasa. Garis kursor berkedip-kedip, di awal halaman yang kosong.
Apa yang harus saya tulis?

Bukan tak ada ide. Malah terlalu banyak ide. Tapi, semua ide itu seperti bertabrakan dalam kepala,berputar-putar, hingga untuk keluar terasa sulit.

Menuliskan kalimat pertama, lalu menghapusnya lagi, tidak cocok. Menulis kalimat lain, hapus lagi, terlalu berbunga-bunga. Kalimat lainnya lagi, hapus lagi, bukan gaya saya. Tulis lagi, lalu hapus lagi. Tulis, hapus, tulis, hapus.

Melihat kiri kanan, mencari inspirasi. Kalender. Mainan balok bongkar pasang yang berserakan. Eh, ada bungkus wafer yang lapisannya wafernya ratusan, katanya. Menengadah, ada lubang bekas paku di atap seng, cahaya matahari menerobos masuk dari situ. Saya melihat dan mengikuti garis sinarnya sampai ke bulatan cahaya di lantai. Lama saya memandangi bulatan cahaya itu, dan tetap tak ada kalimat yang melintas. Saya menengadah lagi, menyusuri atap, dan baru menyadari ada bekas penyok di atap, sepertinya dari situ sumber rembesan air yang muncul kalau hujan deras, dan airnya menetes ke lantai. Melihat, atas, kanan, kiri, bawah. Tetap tak tahu harus memulai dengan kalimat atau kata apa.

Sudah lebih lima belas menit, belum juga ada satu tulisan yang terbentuk.

Dan tadi, sekitar sepuluh menit yang lalu, saya tidak menghitung waktunya, di puncak bingung, saya memilih menuliskan yang saya rasakan. Dan inilah dia. Saya menulis tentang saat ketika saya tak tahu harus menulis apa.

Start typing and press Enter to search