Friday, July 17, 2015

Nenek Di Gerbang Mesjid

Sumber. forrerinteriors.com

Nenek itu duduk dengan tenang di gerbang halaman mesjid. Mukenanya sudah agak menguning dimakan usia. Bangku kayu yang didudukinya pun terlihat sama tua dengan dirinya.

Dari barisan jama'ah shalat Ied, saya bisa melihatnya memandang ke arah mesjid. Sesekali saya lihat ia mengedarkan pandangan kesekeliling, lalu kembali memandangi mesjid. Gema suara takbir, dan khutbah shalat Ied terus berkumandang. Saya ingat temanya adalah soal tanggung jawab kepada umat. tanggung jawab yang melekat di pundak kita semua, tak soal kita seorang ulama, atau preman pasar.

Sulit memfokuskan pandangan pada khatib, karena mata ini selalu beralih memandangi nenek di pintu gerbang. Beliau duduk disitu ketika saya baru melangkah masuk ke halaman masjid. Dan ketika khutbah, saya lihat beliau masih duduk di situ. Firasat saya, beliau belum beranjak dari awal.

Usai khutbah, saya melihat lagi ke arah beliau, masih di situ. Selepas semua bersalam-salaman, saya melongok lagi, dan beliau masih di situ. Saya lihat beberapa jama'ah menyalami beliau, yang lainnya acuh saja berlalu.

"Orang tua kalau sudah pikun ya begitu." tiba-tiba seorang bapak nyeletuk. "Setiap tahun selalu duduk di situ. Kalau ditanya senyum saja. Nanti kalau mesjid sudah kosong baru pulang. Itu rumahnya di sana."

Saya mengikuti arah pandangan bapak itu. Menunjuk rumah yang tak terlalu jauh dari mesjid. Setelah berbasa-basi, salam sedikit, bapak itu berlalu. Dan saya mendekati beliau.

Salam saya dijawab dengan jelas, pun geraknya tangkas, menyambut uluran tangan bersalaman. Dari dekat beliau terlihat lebih tua dari sangkaan saya. Tak ada bangku, saya jongkok di samping beliau.

"87 tahun" ujarnya terkekeh. Setelah ngobrol cukup lama, beliau lebih santai berbicara. Termasuk menceritakan tentang suaminya yang dulu pejuang, juga anaknya yang kerja di sebuah bank swasta di surabaya. Beliau masih tertawa ketika mengatakan lebaran adalah saat paling menyenangkan, karena cucunya selalu pulang kampung.

Seorang bapak mendekat. Nenek melihat bapak itu lalu perlahan bangkit. Beliau berjalan pelan menuju mesjid.

Bapak itu menyalami saya, memperkenalkan dirinya. Ternyata beliau anak nenek. Lalu beliau tanpa sebab menjelaskan satu hal yang dari tadi sebenarnya ingin saya tanyakan tapi tak berani.

Kata bapak itu... 

Sekitar 12 tahun lalu, anak bungsu nenek ditangkap di sebuah mesjid di Medan dengan tuduhan hendak mencuri motor, dipukuli hingga luka parah, dan meninggal beberapa bulan kemudian. Dari teman baik si bungsu nenek mendengar kenyataan yang berbeda. Si bungsu dan temannya yang terlambat sampai ke mesjid untuk shalat Ied, melihat beberapa orang sedang mencongkel stang motor. Ketika ia mencoba menghentikan, si pencuri malah berteriak maling. Dan akibatnya fatal.

Sejak itu nenek selalu duduk di gerbang mesjid ketika shalat, mengawasi tempat parkir. Lalu ketika jama'ah pulang beliau akan shalat dua rakaat dalam mesjid. Setiap ditanya, beliau mengatakan beliau berjama'ah shalat Ied dengan Allah saja. Alhamdulillah sejak lama tidak pernah ada kecurian motor lagi di mesjid itu. Banyak orang yang tidak tahu dan tidak mau bertanya, menganggap itu hanya perilaku orang tua pikun. Bapak itu menepuk bahu saya, katanya karena beliau melihat saya menemani nenek sambil berbicara, beliau menceritakan alasan itu.

"Baik-baiklah dengan orang tua, dek. Semakin bertambah usia, kadang kita semakin tak paham mereka. Semakin sulit mengerti kebijakan yang ada dalam tindakan mereka. Dulu mereka yg bersabar dengan kita, sekarang giliran kita membalasnya." Nasihat bapak itu, lalu berjalan menyusul nenek yang sudah berjalan pulang.

Saya terdiam mendengar cerita itu. Sepanjang jalan pulang saya merenungi kisah nenek, dan sejujurnyamerasa semakin kecil dan kerdil. Saya malas merenungi atau mencari dalil hadits atau pembenaran soal pemikiran nenek. Salah benarnya itu hak Allah.

Tapi apa yang beliau lakukan, dan nasihat anak beliau, terasa menusuk. Menjadi pelajaran penting.

Nenek meninggal tahun 2011. Tujuh tahun sejak saya mengetahui kisah beliau. Kemarin pagi saya ditelpon oleh anak beliau, menanyakan kabar saya sekaligus memberi kabar anak bungsunya akan menikah. Saya meminta ijin menceritakan kisah nenek. Boleh tapi disamarkan saja ya, begitu katanya.

Dan inilah kisah nenek, saya bagikan saat lebaran.

Selamat Hari Raya Aidil Fitri 1436 H, Mohon Maaf Lahir dan Batin.
Takabbalallahu minna wa minkum.


  1. dalem banget ya bang.. sebuah pelajaran berharga, memang bisa didapatkan begitu saja..

    ReplyDelete

Start typing and press Enter to search