Monday, January 27, 2014

Bukan Tom Cruise Yang Menentukan.

Source: Gettyimages.com
Karena Shanti tidak seputih Shinta, maka Shanti tidak dianggap cantik. Terus, yang namanya perempuan itu, mesti mulus mukanya seperti porselen, dan solusinya adalah pakai krim yang harganya lumayan murah, tapi ajaib, bisa menghilangkan sembilan belas tanda penuaan. Seolah belum cukup ribet hidup yang harus dijalani, masih ada lagi aturan ditambahkan, bahwa kalau anda perempuan, punya tubuh bukan seperti gitar spanyol, dan tidak bisa nyelip diantara dua kursi, maka anda tidak layak berbahagia.

Ternyata kalimat yang sering dikatakan oleh pemimpin kita, waktu pidato hari kemerdekaan, bahwa kita sudah merdeka, itu salah. Kita masih dijajah, dengan lebih kejam. Karena kita diajari, dipaksa, diracuni pikirannya, bahwa kita tidak akan sempurna hidupnya dan dijamin gak bahagia kalau gak ikut apa kata iklan dan majalah mode.

Begitulah.

Pada akhirnya, ribuan kata kunci yang muncul dari segala hal disekeliling kita membentuk kita menjadi manusia yang kehilangan kebanggaan pada dirinya sendiri.

Ketika terbangun dipagi hari, kita tanpa sadar mengeluh meyadari bahwa, pantulan kita dicermin jauh sekali dari kesan mirip dengan Tom Cruise.

Seolah menjadi sempurna dan bahagia adalah ketika kita bisa mendekati mereka yang dikenal sebagai selebritis. Seolah mereka adalah panutan kebahagian dunia yang juga penjamin akhirat.

Kita lupa dengan pernyataan dari Tuhan. Tuhan yang menciptakan kita, dan segala yang ada di alam raya ini. Manusia diciptakan sebagai pemimpin, diciptakan sebagai penguasa, dan sebagai keunggulan utama, kita diberikan ilmu.

Ilmu, bukan penampilan.

Dengan takjub saya membaca Animal Farm, buku luar biasa karya George Orwel. Penulis yang membuat dunia terkagum-kagum ketika semua yang dituliskannya dalam novel lainnya, 1984, ternyata menjadi kenyataan. Padahal novel itu ditulis tahun 1949.

Mayor, seekor babi, dalam novel satir Animal Farm, memberikan orasi politik pada sesama hewan ternak penghuni peternakan. “Manusia adalah satu-satunya mahluk yang mengkonsumsi tanpa memproduksi.”

Sinisme yang sebenarnya beneran, fakta itu, bukan rekayasa. Kita memang mahluk yang rapuh, sangat rapuh. Kita tidak punya kekuatan seperti kuda dan gajah, atau cakar tajam singa, atau kamuflase ala bunglon dan gurita.

Tapi lihatlah manusia menguasai dunia. Dan itu dengan ilmu, dengan pengetahuan, bukan karena gimana menariknya kita.

Saya is Me. Harusnya begitu setiap individu hidup di muka bumi ini menyatakan siapa dirinya.

Saya adalah saya, tidak perduli pada betapa tidak sempurnanya saya, saya tahu saya berharga. Tidak ada kebetulan dalam alam semesta yang diciptakan Tuhan.

Bukan, ini bukan menjadi sombong, ini menghargai diri sendiri. Ini menerima kenyataan. Ini kejujuran.

Menghargai itu adalah menerima kenyataan, dan mencari sisi paling menyenangkan dari segala kondisi.

Memangnya kenapa kalau Shanti tidak seputih Shinta. Oke Shanti kulitnya hitam, pernah dengar putih manis? Tidak kan. Yang ada hitam manis.

Memangnya kenapa kalau ada kerut diwajah, terlihat lebih tua. Bila pasangan kita mencintai kita dengan tulus, tidak akan ada yang berkurang saat bertambah usia.

Tidak bisa lewat, nyelip, diantara dua kursi seperti iklan tentang bentuk tubuh ideal seorang wanita di televisi? Kenapa tidak kursinya saja yang dijauhkan, dilebarkan jaraknya, lebih mudah kan.

Jelek? Oke cukup sampai disitu. Bukan jelek, tapi kurang ganteng. Berbicara tentang menghargai diri, salah satunya adalah tidak menggelari diri sendiri dengan gelar yang rendah.

Berbeda dengan kecil dan besar yang relatif sifatnya. Jelek itu mutlak merendahkan diri sendiri. Fakta bahwa kita tidak semenarik Tom Cruise, bukan berrti bisa dijadikan pembenaran untuk menghina diri sendiri.

Kurang ganteng, itu pilihan sebutan yang lebih bermartabat. Jujur, tidak berbohong, namun juga bukan merendahkan.

Berubah menjadi lebih baik, dimulai dari hal yang sangat sederhana, perspektif atau sudut pandang, terutama dalam menilai diri sendiri.

Saya tidak dilahirkan kedunia untuk menjadi pecundang. Walaupun saya ditakdirkan untuk menjadi seseorang dengan kemampuan dibidang sederhana, tapi saya akan menjadi yang terbaik dibidang itu, atau setidaknya mati dalam keadaan berjuang untuk menjadi yang terbaik.

Start typing and press Enter to search