Saturday, September 17, 2011

Kompromi

"... sekarang bukan masanya untuk sok idealis. Ambil aja dananya. Nanti soal fee buat kami, kan wajar itu, kami sudah bantu uruskan proposal. Laporannya kita atur aja. Itu dana nanti dipakai untuk hal yang baik. " Ujar seorang teman sambil mengusap sebutir keringat, di dahinya, tepat disamping dua tanda menghitam.

" Haram mendirikan mesjid dari uang korupsi, meskipun bagi yang menggunakan mesjid itu tidak akan dikenakan hukumnya. Tapi bagi yang mendirikan, sekali lagi saya katakan haram ! " Tegas ustadz tua yang sering berceramah dikampung kami, dan banyak mantan pejabat tertunduk tak nyaman dihadapannya. Malam itu ceramah mingguan di Mushala kampung kami yang baru saja direnovasi.

" ... dulu gak peduli bang, sekarang sudah nikah, istri hamil anak pertama kami, malu hati bang kasih makanan ma pakaian dari uang ga jelas. Jadi daging itu, dibawa seumur hidup. Ngumpulin begini dikit dapatnya, tapi aman buat keluarga bang" Kata seorang anggota sebuah komunitas, tempat saya sering diminta mengisi materi, temanya apa saja. Sambil bicara tak lepas tangannya memilah plastik, logam dan beberapa barang dari tumpukan barang dikarung yang tadi disandangnya.



Sumber: gettyimages.com
Tanpa kita sadari, dalam kehidupan kita, kata atau tindakan yang bernama KOMPROMI sudah berurat akar. Tak masalah bila itu berkaitan dengan kesukaan sang suami pada cumi-cumi dan kebiasaan istri untuk makan sambal lado, karena paling hanya akan menghasilkan cumi sambal lado. Ataupun bila dihadirkan antara teman yang suka baca Harry Potter dan teman yg benci dengan cerita bernuansa fantasy, mereka bisa mendiskusikan buku-bukunya Andrea Hirata.

Tapi kompromi jadi bernilai 'beda' ketika dikaitkan dengan masalah yang sangat prinsip seperti halal-haram. Bolehkah dengan alasan untuk membangun mesjid, maka para pejabat merekayasa pengeluaran agar mereka bisa mendapatkan dana untuk mesjid.
Bolehkah demi alasan untuk kebaikan yang lebih besar, segala cara dihalalkan?

Bukankah dengan alasan untuk kebaikan yang lebih besar, Hitler mengobarkan perang, Amerika menghancurkan negara lain, Israel menjadi penjajah paling dihormati dan didukung PBB, dan Wanita berlenggak lenggok dipanggung hanya mengenakan pakaian dalam mempromosikan budaya negeri.

Lalu bila semua bisa dikompromikan, untuk apa kita punya Al Quran, Sunnah, dan Hadist. Toh pada akhirnya pembenarannya selalu dikaitkan dengan kepentingan tertentu.

Dan akan ditutup dengan 'kompromi', walaupun sebenarnya setiap hati sadar bahwa mereka hanya mencari pembenaran. Mengapa pakai tanda petik, karena menghalalkan sesuatu yang salah tetaplah bukan sebuah kompromi.

Hidup memang selalu penuh kompromi.

" Lawanlah kemungkaran dengan tanganmu, bila tak bisa maka dengan lisanmu, bila juga tak bisa maka lawanlah dengan hatimu, dan itu adalah selemah-lemahnya iman."

Ada kompromi, didalam pernyataan yang mengungkapkan potensi melawan kemungkaran itu.
Dan selalu ada jalan untuk memilih pilihan yang dimenangkan oleh surga.
Tak mudah memang, namun bisa.

Tapi sudahlah, pilihan selalunya ditangan anda. Bukankah kita tak pernah diwajibkan Allah untuk masuk surga? Karena Surga dan Neraka itu memang adalah satu pilihan. Allah memberikan kita kebebasan untuk memilih. Dan Apapun pilihan kita, jalannya tak mudah.

Post a Comment

Start typing and press Enter to search