Thursday, March 1, 2018

Pelakor Yang Lain


Sama sekali bukan membahas pelakor, yang oleh penggagasnya dimaknai sebagai Perebut Laki Orang. Walaupun sebenarnya menarik juga dibahas mengapa istilah itu dimunculkan. Dan seolah menyalahkan perempuan sebagai satu-satunya pihak dalam kasus perselingkuhan.
Saya laki-laki, tapi juga tidak setuju dengan budaya terlalu permisif untuk laki-laki.
Sejak kapan selingkuh itu tidak sengaja, sejak kapan selingkuh itu hanya melibatkan perempuan saja.

Menarik untuk dibahas. Tapi mungkin di tulisan lain. Di tulisan ini saya sebenarnya ingin 'membicarakan' Pelakor yang lain, Pelaku (yang) Katanya Korban.

Siapa? Para pengusung budaya dan gaya hidup LGBT.

Sebagai manusia, mereka adalah manusia seperti kita. Sebagai manusia mereka dihargai seperti manusia lainnya. Tapi perilaku yang mereka usung sebagai jalan hidup. Apa yang mereka pilih adalah salah. Dan yang salah harus diperbaiki.

Kita mendukung teman-teman yang terkena narkoba, dengan berusaha menyelamatkan mereka. Bukan dengan serta merta menghabisi mereka. Mereka adalah korban. Bahkan ada yang tak paham mereka adalah korban.

Lalu maksud Pelakor tadi itu apa. Pelaku yang katanya korban?

Karena saat ini salah satu isu yang diangkat, adalah memosisikan mereka sebagai korban pelanggaran HAM.
Pada kenyataannya justru budaya LGBT sendiri adalah pelanggaran HAM. Hak Asasi Manusia yang paling dasar: lahir, melanjutkan keberadaan ras manusia di alam semesta.

Dari segi agama, silahkan menjawab, agama mana di Indonesia yang membolehkan LGBT.

Dari segi sains, lihatlah bagaimana sistem perkembang biakan manusia. Desainnya jelas hanya bisa berfungsi bila komponen pria dan wanitanya ada. Tidak akan ada pembuahan, pembentukan embrio, bila tak ada ovum dan sperma.

Ada yang berpendapat bahwa tidak mungkin keberadaan mereka mengancam. Terlalu berlebihan mengatakan mereka mengancam eksistensi manusia di alam ini.
 
Statistik mendokumentasikan keberadaan dan populasi LGBT semakin berkembang. Dan karena gaya hidup mereka cenderung tidak menghasilkan keturunan, maka biasanya perkembangan mereka cenderung melalui penyebaran pola pikir dan gaya hidup. Dan itu sudah terjadi. Lihatlah bagaimana dalam dunia hiburan, film, dll, konten LGBT mulai dianggap biasa.

Saat ini perkembangan komunitas LGBT di Amerika sudah bertambah. Angkanya terus meningkat. Bahkan sudah melebihi 10% populasi.

Source. williamsinstitute.law.ucla.edu/visualization/lgbt-stats/

Di Australia, angkanya juga semakin meningkat.
In In fact, those who say they are homosexual has been on the up since 2008 when 2.4 per cent of the population agreed with the statement: 'I consider myself a homosexual.' By 2011 that figure was 3.1 per cent. And by 2014 the figure had risen to 3.4 per cent.But these figures don't tell the whole story. These latest figures show that 4.6% of Australian teenagers (14-19) now agree they are homosexual (up from 2.9% in 2006-08), rising to a peak of around 1 in 15 people in their 20s (6.5%, up from 4.4% in 2006-08)., those who say they are homosexual has been on the up since 2008 when 2.4 per cent of the population agreed with the statement: 'I consider myself a homosexual.' By 2011 that figure was 3.1 per cent. And by 2014 the figure had risen to 3.4 per cent.
But these figures don't tell the whole story. These latest figures show that 4.6% of Australian teenagers (14-19) now agree they are homosexual (up from 2.9% in 2006-08), rising to a peak of around 1 in 15 people in their 20s (6.5%, up from 4.4% in 2006-08). (Data Source)
Peningkatan persentase kaum homo seksual semakin terlihat di banyak negara.

Gaya hidup terbukti dapat menyebar bahkan menjadi pilihan yang memengaruhi tingkat kelahiran seperti di Jepang, yang semakin banyak orang memilih tidak punya anak. 

Homoseksual bisa punya keturunan

Tidak mungkin. Homoseksual mustahil punya keturunan. Kalau ada yang berkelit dengan mengatakan bisa melalui sewa rahim, tolong buka lagi buku pelajaran biologi.

Anak dari sewa rahim, bukan anak pasangan homoseksual yang menyewa. Anak itu tetap hasil dari bertemunya sperma dengan ovum. Artinya anak dari perempuan yang disewa rahimnya dengan salah satu pasangan homoseksual itu, atau anak dari donatur ovum dan sperma.
Lalu yang lebih menyedihkan lagi, anak itu setelah dilahirkan, akan diambil dan menjadi milik pasangan 'penyewa' rahim. Bukankah itu sama dengan perdagangan manusia. Bisa saja istilahnya dihalus-haluskan. Tapi ya tetap Human Trafficking.

Jadi maaf, ironis rasanya menerima pernyataan bahwa mereka hanya korban, ketika mereka justru melanggar HAM.

Di sisi lain. Bagaimana dan dimamahukum agama, adat budaya sebuah daerah. Apakah karena di 'barat' sana dianggap boleh, lalu kita pun membolehkan?

Sampai hari ini, teman-teman yang mendukung LGBT masih berkilah "Jangan bawa-pbawa agama kalau bicara hal ini."

Sulit, karena dalam semua agama, kehidupan adalah bagian dari hal yang diatur oleh agama.

Tapi banyak diantara mereka adalah orang baik. 

Saya sepakat. Banyak dari mereka adalah orang baik. Namun mereka sebagai orang baik dan perilaku LGBTnya adalah hal berbeda. Kita menghargai, menghormati sesama manusia. Tapi perilakunya yang tidak sesuai -- salah -- tetaplah salah. Tidak bisa diterima.

Kalau mereka bicara hormati hak mereka, bagaimana mereka bisa lupa soal hormati juga hak kami, hormati aturan budaya kami, hormati aturan agama kami.

Kamu boleh tidak setuju. Ini opini saya, pendapat saya. Seperti kalian yang bicara hak kalian mendukung mereka, saya juga punya hak menolak.
Terlebih dengan semakin banyaknya predator anak yang lahir dari kebobrokan moral saat ini, sebagai orang tua, saya wajib waspada.

Start typing and press Enter to search