Wednesday, November 29, 2017

Yang Kecil Tapi Mengganggu



Itu bukan hal besar!
Kalimat pendek yang sering diucapkan, oleh banyak orang. Dan biasanya disertai dengan nada bicara yang hampir sama. Ringan, sambil lalu, serta mengecilkan nilai objek percakapan.

Andaikan itu untuk penghiburan, atau menguatkan, pastinya kalimat ini tidak salah, setidaknya untuk tingkatan tertentu -- kapan-kapan kita ngobrolin dimana kalimat penghiburan begini akan jadi masalah.

Pada banyak kesempatan, yang terjadi justru kalimat pendek tadi berubah jadi sesuatu yang berbahaya, ketika tujuan utamanya adalah untuk mengecilkan nilai.
Tidak, saya tidak sedang memikirkan ketika orang bicara mengenai membanjirnya buruh pekerja asing yang mulai menjajah bangsa Indonesia ini. Tidak perlu saya bahas. Karena semua paham, bahwa buruh pekerja adalah kekuatan utama yang menopang negara, walaupun gajinya rendah dan hidupnya sangat pas-pasan. Semua juga paham bahwa itu sebabnya penguasaan dan dominasi buruh pekerja asing sangat berbahaya bagi bangsa.

Saya sebenarnya sedang memikirkan mengenai waktu ketika kalimat tadi kita gunakan untuk hal-hal sehari-hari yang kita anggap sepele. Hal-hal kecil yang kita anggap tidak bernilai.

Itu kan bukan hal besar. Saat kita membiarkan diri kita berdebat bodoh dan kasar di sosmed. Tanpa merasa bahwa saat itu sebenarnya ada banyak yang membaca dan menilai kualitas diri kita.

Itu bukan hal besar. Sewaktu kita dengan enteng menghapus komen setelah panjang lebar saling balas. Dengan alasan, ah dari pada ribut. Padahal saat itu kita baru saja menunjukkan sikap melarikan diri. Sebagai pengguna sosmed yang menganggap dirinya baik dan cerdas, mesti pahamlah, bahwa sebelum memposting sesuatu di sosmed harus dipertimbangkan baik-baik.

Itu bukan hal besar. Saat seorang teman datang curhat dengan masalahnya. Tanpa sedikitpun mempertimbangkan bahwa bisa jadi dia curhat ke kita adalah upaya terakhir menjaga kewarasan dan kekuatan mentalnya. Kita abai, dan acuh, lalu ketika dia melakukan hal bodoh, yang membahayakan nyawanya, kita dengan enteng pula menilai semua adalah kesalaham dan kelemahan dirinya.
Itu bukan hal besar. Mengomentari dan terbawa simpati ketika seorang artis curhat berupaya membentuk opini bahwa tindakannya melepas jilbab harus dimaklumi. Tanpa mau repot mencari tahu, kenapa sebelumnya ada artis lain yg juga begitu tapi tidak sampai bikin heboh. Acuh bahwa yang lainnya dulu secara tegas menyatakan itu urusan pribadi, tidak berusaha cari pembenaran atau membentuk opini bahwa hidup tanpa agama bisa lebih baik. Bahwa agama itu seolah bisa diambil bagian yang disukai aja. Lupa bahwa artis itu publik figur yang mudah diikuti orang lain, kata maupun tindakannya.
(maaf, sebagai orang beragama saya tidak setuju sikap begitu)

Itu bukan hal besar. Kalimat pendek yang sering diucapkan dengan satu rasa yang sama. Menyepelekan, tidak penting.
Coba cari dan nilai, itu bukan hal besar lainnya. Yang ternyata berkembang menjadi hal besar. Ibu bicara gosip dengan temannya, ayah merokok, nonton sinetron, nonton konser dangdut, tayangan yang bertabur pornoaksi-porgrafi-ucapan kasar, dan banyak lagi langsung di depan atau bersama anak. Dan kemudian berharap anak tidak terpengaruh.

Itu bukan hal besar, yang ternyata berkembang besar. Dan akhirnya terlambat untuk memperbaiki.

Jangan bilang itu bukan hal besar ya. Dengan alasan bahwa lebih baik terlambat dari pada tidak. Gara-gara alasan itu, kita sering akhirnya menemukan diri kita berada di posisi terlambat, dan jungkir balik berusaha memperbaiki hal yang semestinya sejak awal bisa lebih baik.

Post a Comment

Start typing and press Enter to search