Thursday, July 23, 2015

Tempat Biasa

Bisa dibilang, ini usaha yang paling melekat dengan nama saya. Beberapa point penting yang mempengaruhi jalan hidup saya juga dimulai di tempat ini.

Warung yang bermimpi jadi cafe. Didesain dengan mimpi idealis. Tempat ngumpul yang menyediakan makanan-minuman kelas mahasiswa, ada section buku/perpustakaan yang boleh dipinjam dan dibaca, plus ruang untuk kegiatan pertemuan sederhana di lantai dua.

Hasilnya, layak disebut 'badai kehidupan'. Disitu saya belajar arti kawan.

Tapi juga di Tempat Biasa saya bertemu dengan banyak orang hebat. Ada coach Nanda Husnan, yang walaupun saya tidak lagi aktif di network marketing, apa yang diajarkannya tentang hidup dan usaha masih membekas dan jadi pembelajaran. Darli yang selalu punya alasan untuk gembira. Genk UNoE, dan banyak lagi.

Darli, co pilot Tempat Biasa



Menu andalan selain nasi goreng, mie dan bakso.
Roti Bakar, Bread Omelet, Martabak Mie, Burger, dan tentu saja, kopi :)

Kalau diingat-ingat, saya jadi serius menekuni 'memasak' ya disini. Dari bongkar pasang resep mie instant, nasi goreng tempat biasa, sampai menciptakan resep original saya untuk menu Bread Omelet, yang walaupun namanya sama, tapi produknya beda betul dengan menu di tempat lain ( bread omelet ditempat lain biasanya roti ala burger yang dibalut telur dadar.)

Di Tempat Biasa juga saya melihat (juga merasakan) langsung bagaimana yang namanya cinta mati bisa berubah jadi benci mati. Macam model. Dari yang cinta mati pada network marketing berubah jadi benci, atau aktifis dakwah yang sebelumnya cinta mati lalu berubah memusuhi agama sampai ke tulang sumsum. Ada juga cerita cinta yang bersemi dari membangun dan melatih jaringan bisnis, berlanjut ke membina rumah tangga ( nah ini yang namanya pembinaan berkelanjutan, LoL ).
Ada juga yang dari benci malah jadi cinta. Anak kiri, penggiat sosialis ketemu jawaban tentang agama, ternyata selama ini bermasalah karena bertanya pada mereka yang tak paham.

Di Tempat Biasa juga saya belajar tentang yang namanya 'kawan'. Kadang yang kita sangka baik, malah jadi orang yang menikam kita, sedangkan orang yang kita kira buruk, malah menjadi mereka yang mendukung kita, menopang dalam susah.

Saya belajar juga tentang menghargai bantuan kawan, merasa gembira karena niatnya yang baik. Seperti nge-cat dinding. Asiknya bareng-bareng, walaupun sepulang mereka saya bergadang lagi nge-cat ulang. Saya juga belajar dalam bisnis ada kawan yang maunya enak saja, ada juga yang mau susah senang bareng-bareng. Ada kawan yang jadi kawan pas perlu minjam tempat karena lagi tidak ada dana, tapi bayar mahal ketempat lain yang sejenis pas ada dana karena disana bisa manipulasi kuitansi.

Saya sekarang ngerti, lebih enak penampilan begini, dari pada saat jadi tariner
yang mesti pakai jas kemana-mana, padahal kalau salah dalam memberikan materi
maka kita jadi kontributor dosa.

Ah banyak cerita. Bisa dibilang Tempat Biasa memang persimpangan jalan dalam alur waktu hidup saya. Berjumpa banyak orang, belajar banyak, dan bahkan setelah Tempat Biasa bangkrut, jatuh sampai ke dasar bahkan minus, masih banyak pelajaran yang diberikan sampai sekarang.

Tak salah nasihat ayah seorang kawan. Orang keturunan Cina yang bahasa Acehnya lebih bagus dari saya. "Berdaganglah, yang jujur. Kamu akan lihat bagaimana dunia yang sebenarnya."

Sekarang, sedang mencoba bangkit lagi. Masih berjuang, karena walaupun sudah hampir 6 tahun berlalu, masih banyak urusan dari masa itu yang harus diselesaikan.

Saat ini dengan kondisi sebagai Full time Stay At Home Father, part time blogger & graphic designer, mengejar mimpi jadi penulis, dan dagang kopi di emperan toko orang, masih tersimpan impian, bisa membuka kembali warung begini. Ah, semoga terwujud

*Mengenang Tempat Biasa.

Source : morgandafantasyfreak.blogspot.com
(asik juga kalau bisa punya keude kupi seperti ini )


Start typing and press Enter to search