Friday, July 19, 2013

Tirom

Berbicara tentang kuliner Aceh, maka Mie Aceh lah yang paling terkenal. Hingga ke beragam kota besar, makanan 'biasa' ini menjelajah dan mengukuhkan keberadaan dirinya. Tak jarang pula, datang tamu asing atau tamu dari kota lain di luar aceh, yang dengan santai bertanya ketika sedang berada di Aceh. Dimana ada dijual Mie Aceh ya? Padahal semua mie di Aceh sudah pasti Mie Aceh.

Tapi Aceh punya banyak ragam kuliner. Sebut saja seperti Asoekaya, Gule Pliek, Eungkot Paya, Keukarah, Meusekat, Bolu Ikan (lupa nama lokalnya), pisang sale, adee (nah ini lagi populer), dan banyak lagi. Salah satu yang selalu punya nilai istimewa buat saya adalah, Tumeh Tirom atau Tumis Tiram.

Sumber gambar : www.bandaacehtourism.com

Kebetulan tadi pagi saya jalan-jalan ke wilayah Alue Naga. Salah satu tempat dimana banyak orang mencari dan menjual tirom. Tirom mungkin bisa dikategorikan sebagai seafood, tapi kalau mau lebih maksa keakuratannya, sebenarnya lebih tepat dianggap 'Muarafood', hehehe. Karena kerang tirom ini hidupnya menempel di bebatuan yang berada di wilayah muara sungai.

Umumnya para pencari tirom adalah kaum ibu. Mendapatnya tidak terlalu sulit walaupun tidak juga bisa dikatakan mudah.
Berendam dalam air hingga sampai ke dagu, dengan sabar mencungkil lepas kerang yang menempel di batu, satu demi satu. Lalu para pencari tirom ini masih harus 'membuka' cangkang kerang untuk mengeluarkan isinya.

Dulu saya pernah mencoba membuka kerang tirom untuk mengambil isinya. Terkesan mudah ketika dilakukan oleh mereka yang sudah biasa. Menggunakan pisau dengan bentuk melengkung seperti huruf L terbalik, para ibu itu dengan cekatan membuka dan mengeluarkan tirom dari cangkangnya. Hanya butuh sekitar 10 detik.
Tapi lain cerita ketika giliran saya, setelah berkutat dengan si kerang, mendapat beberapa petunjuk kurang praktis, ditemani tawa geli ibu-ibu pencari tirom, plus mendapat bonus luka sayat dari kulit kerang yang tajam minta ampun, saya berhasil mengeluarkan 'sebiji' tirom. Belakangan saya baru sadar, semua ibu-ibu itu pakai sarung tangan.
Saya pura-pura tidak melihat ketika si ibu dengan tidak kentara memisahkan tirom yang saya keluarkan, mungkin karena kena darah, lalu membuangnya ke sungai.

Hasil yang diperoleh dari sekarung besar kerang (masih dengan cangkang) mungkin hanya sekitar satu baskom kecil. Harga jualnya kalau kita beli langsung di tempat pencari tirom, umumnya lebih murah, dan lebih menguntungkan. Menggunakan takaran satu kaleng susu kental manis, tirom dijual dengan harga 10 ribu rupiah per kaleng. Bila sudah ditangan penjual eceran, umumnya tirom dijual sudah dalam bungkus plastik, paling-paling isinya hanya 2/3 kaleng, dengan harga 15 ribu, kalau mau cerewet bisalah dapat 2 bungkus seharga 25 ribu.

Selain tirom, ibu-ibu ini juga menjual ikan asin, kepiting asin (yang ini saya ga pernah tau), dan gurita asin.


Dalam perjalanan pulang, saya melihat ada satu monumen di pinggir jalan, pada plakatnya tertulis "LOKASI PENINGGALAN BENTENG KUTA KAPHE ". Namun tak ada satu benteng pun disekitar situ. Hanya ada kanal pengendali banjir dan aliran utama sungai. Mungkin telah rusak karena terhantam tsunami, atau bisa jadi rusak karena sebab lainnya. Mungkin lain kali kita cari tahu ceritanya.

Start typing and press Enter to search