Tuesday, July 9, 2013

Meugang, seporsi daging sapi perayaan, & realita puasa.

Sejak kemarin, kemarin dan kemarinnya. Kata 'Meugang' menjadi pembicaraan. Sama seperti yang lainnya, saya juga mulai istiqamah mencari rezeki tambahan. Maklum, meski belum memiliki rumah serupa Anang-Ashanti, ingin juga sebagai suami dan ayah, terlebih karena awal ramadhan ini kami sekeluarga bisa berkumpul, plus sebagai anak dan menantu, untuk membawa pulang sekilo dua kilo daging sapi. Untuk dimasak menjadi sop, rendang aceh, atau sie reuboh (masakan khas aceh yg asam pedas menantang).

Konon tradisi Meugang ini sudah berusia ratusan tahun, dimulai pada masa kesultanan Aceh, ketika itu Sultan membagikan daging bagi masyarakatnya, untuk dibawa pulang dan dimasak, dinikmati bersama seluruh anggota keluarga yang kabarnya, saat itu ketika jelang ramadhan bahkan yang merantau bekerja dan belajar ke negeri malaka, mekkah atau madinah, pun pulang.

Saat ini sedikit berbeda, karena tak ada lagi jatah pembagian dari sultan. Sekilo daging harus dibeli sendiri dengan harga yang lumayan mahal. Terlebih saat jelang puasa, harga sedikit meninggi. Maka bagi masyarakat aceh, sekilo daging berda pada kisaran 120-150 ribu adalah hal biasa.

Seporsi daging itu kebahagian, perayaan menyambut bulan suci ramadhan. Kebahagiaan bagi seisi rumah. Harga diri suami dan ayah.Mungkin karena budaya, mungkin karena kebiasaan, tapi memulai puasa tanpa memenuhi tradisi meugang ini memang tak enak. Namun semestinya bukan kewajiban mutlak yang bila tak ada maka tak sah puasanya, tak ada meugang ini dalam rukun puasa.

Kebiasaan memang kuat pengaruhnya. Tak salah bila Lucas Remmerswaal mengatakan "First you make your habits, then your habits make you."

Awalnya kita yang menciptakan kebiasaan, lalu kebiasaan itu mulai menjadi kebenaran yang kita ikuti. Meugang yang awalnya adalah perayaan kebahagiaan saat keluarga berkumpul menikmati makan bersama, merayakan gembira menyambut bulan suci nan penuh berkah, bisa berubah jadi muka cemberut istri tercinta, atau sindiran dari mertua, atau cibiran tetangga.

Serupa dengan realita kecil yang telah menjadi kebiasaan, ketika puasa justru pengeluaran memuncak. Makanan berbuka yang kemudian terbuang sia-sia, karena lapar mata saat membeli bukaan. Yang ternyata tak habis dimakan saat berbuka, tak lagi berselera selepas tarawih.

Puasa selalu digambarkan sebagai area training, sesi pelatihan ulang pola pikir dan perilaku seorang muslim. Ditata kembali, diarahkan kembali, dikonsep kembali. Kembali pada karakter dan sikap semestinya seorang muslim. Yang menjaga bicaranya, menjaga pikirannya, menjaga pandangannya. Tak bermewah-mewah, dan mensyukuri apa yang dimilikinya. Targetnya seperti gambaran yang diungkapkan oleh Ustadz Arifin Ilham.

Dzikir menjadi Kepribadiannya, Allah tujuannya,
Rasulullah SAW teladan dalam Hidupnya,
Dunia ini pun, menjadi Syurga sebelum Syurga sebenarnya,
Bumi menjadi Mesjid baginya.
Rumah, kantor, bahkan hotel sekalipun, menjadi Mushola baginya.
Tempat ia berpijak; Meja kerja, kamar tidur, hamparan sajadah baginya.
Kalau dia berbicara? bicaranya dakwah.
Kalau dia berdiam?diamnya dzikir.
Nafasnya? Tasbih.
Matanya? penuh rahmat Allah, penuh kasih sayang.
Telinganya? Terjaga.
Pikirannya? baik sangka; tidak sinis, tidak pesimis, dan tidak suka memfonis.
Hatinya? Subhanallah..,, diam-diam berdoa, do’anya diam-diam..,
Tangannya? Bersedekah.
Kakinya? Berjihat,,, ia tidak mau melangkah sia-sia.
Kekuatannya? Silaturrahiim.
Kerinduannya? Tegaknya Syari’at Allah.
Kalau memang Hak tujuannya? Maka sabar dan kasih sayang strateginya.
Kesibukannya? Ia hanya asyik memperbaiki dirinya, tidak tertarik mencari kekurangan, apalagi Aib orang lain. 
( Tausiah pembuka pada lagu Opick, Tombo Ati )

Semoga puasa kali ini, kebahagiaan meugang tak terganggu, ketika sekilo daging sapi diganti dengan seekor ayam, atau ditunda dulu menunggu rezeki lebih. Semoga para istri tak mengganggap para suami tak cinta dan tak sayang bila meugang kali ini tak semewah meugang tahun kemarin.

Rayakan kebahagian masih bisa merasakan indahnya kebersamaan, masih bisa menikmati hidup, masih bisa mensyukuri bahwa ramadhan ini masih bisa dirasakan. Rayakan kebahagiaan dengan seporsi semur ayam, atau gulai ikan atau tempe goreng dan sayur asem. Karena meugang adalah perayaan jumpa kembali dengan bulan bertabur berkah, ramadhan.

Yang memulai berpuasa hari ini, dan yang memulainya besok, kita manusia yang jauh dari sempurna, bisa khilaf atau salah. Bila Allah Maha Sempurna mau memaafkan hambaNya, semoga kita tak latah angkuh menilai diri sendiri lebih baik dari yang lain sehingga membuang jauh-jauh kata maaf untuk sesama manusia. Kita bukan jama'ah malaikat, namun juga bukan jama'ah syaitan. 

Mohon maaf lahir dan batin, semoga puasa ini, kita lulus dari ramadhan dengan predikat taqwa.

Post a Comment

Start typing and press Enter to search