Sunday, December 23, 2018

Meracuni Kata-kata.


Saat ini kita hidup dalam dunia yang sangat akrab dengan sosial media. Kita bergaul dan mengetahui kabar teman-teman seringnya melalui akun sosmed mereka. Facebook, Twitter, Instagram, blog. Kita mendapat kabar bahagia, membaca berita duka, berjumpa teman, berdiskusi, berargumen, bercanda, menangis, bahkan ada yang bertemu cinta. Setidaknya sebagian masyarakat dunia adalah global citizens di dunia maya.

Memang teknologi video semakin merambah. Mungkin dalam satu dekade, vlog akan menggantikan tulisan. Tapi sampai saat ini, kita 'berbicara' dengan kata-kata.

Kita menulis. Menyusun diksi. Menata kata demi kata. Lebih lambat dari video, tapi memiliki satu keuntungan. Bisa ditata dengan baik, bahkan setelah diunggah, masih bisa diperbaiki bila ada salah kata. Video? Tidak segampang itu, Ferguso.

Namun dunia kata punya satu kekurangan lain.

Kata-kata memiliki kemungkinan besar untuk dipahami secara salah. Kata yang bersifat datar, tanpa ekspresi wajah, tanpa intonasi, sangat mungkin dimaknai secara berbeda. Kata atau kalimat yang sama.

Ada banyak faktor yang bisa meracuni makna baik sebuah kata menjadi sebaliknya. Candaan bisa dianggap hinaan. Pujian bisa dinilai sebagai makian. Begitu juga sebaliknya, mencela disangka memuji.

Semakin sulit membaca sebuah status, tulisan, postingan, dengan nilai apa adanya. Persepsi kita dengan cepat mengubah makna atau minimal kesan.

Pagi tadi seorang teman berkomentar "Anda Benar."

Pikiran saya langsung mengingatkan pada sebuah tulisan lain. Tulisan mengenai cara menghindari debat kusir dengan mereka yang tidak mencari kebenaran atau jawaban, hanya sekadar menang-menangan. Tulisan itu memberikan solusi memangkas debat dengan kalimat tadi. Anda benar.

Beberapa waktu lalu saya mengunggah tulisan mengenai bergabungnya saya ke sebuah organisasi. Ditulis apa adanya, tidak menyindir siapapun. Tapi tak butuh waktu lama, saya diinbox oleh beberapa teman. Dan percakapan tidak berjalan baik.

Melihat ke belakang, organisasi yang saya baru ikuti itu memang punya konflik dengan sebuah partai. Menghindari konflik, saya yang memang merasa tidak cocok lagi dengan partai politik itu, memutuskan mundur sebelum bergabung ke organisasi yang baru terbentuk itu.

Latar belakang yang membuat teman-teman yang membaca tulisan saya menerjemahkan pesan dengan persepsi beragam. Sama seperti saya yang melihat kalimat 'Anda benar' dengan persepsi berbeda.

Begitulah, kita tanpa sadar sering meracuni kata-kata yang kita baca dengan pemikiran kita, dengan berbagai referensi yang kita temukan, dengan pengalaman yang kita rasakan. Ironisnya, kata yang teracuni itu lalu membentuk pikiran kita, cara kita berpikir. Dan itu, memulai sebuah lingkaran setan yang sulit dihancurkan.

Post a Comment

Start typing and press Enter to search