Wednesday, August 31, 2016

Kayla dan Mimpi-mimpi Nana.



Dari sekian banyak pertanyaan yang seharusnya aku ajukan. Tapi aku memilih pertanyaan ini. "Kay, ini siapa? Nana tanpa sebab pernah mengirimkan foto ini, dan seorang teman menunjukkan bahwa itu bukan Nana. Mirip tapi bukan."

Kayla melirik foto itu, aku tidak tahu apakah dia tersenyum di balik cadarnya. Tapi sesaat kemudian Kayla menggelengkan kepalanya. "Itu memang bukan Nana." Ujarnya pelan.

***

Pagi itu seharusnya sama seperti pagi-pagi yang lain. Aku dengan kesibukan sehari-hari di rumah, bermain dengan anak-anak. Ya, hanya pagi Jum'at biasa seperti hari lainnya. Saat itu di penghujung bulan Mei. Menjelang meugang Ramadhan tahun ini. Sampai satu Innova hitam berhenti di depan pagar.

Empat orang penumpang turun. Dan aku hanya mengenal satu orang. Sayangnya nama menguap dari ingatanku. Laki-laki yang dulu pernah menyupiri mobil Nana. Selain itu pandanganku terkunci pada seorang perempuan bercadar. Ingatan yang tak begitu baik ini melayang menyelusuri tulisan-tulisan Nana, dan aku teringat satu orang, Kayla.

Dan benar itu Kayla.

Lalu setelah basa-basi, liburan ke Tanoh Gayo, ziarah ke kuburan Nana, datang bertamu karena keinginan menjumpai orang yang dianggap teman oleh Nana, pertanyaan yang selama ini kusimpan baik-baik, demi menghormati seorang teman yang telah berpulang tercetus keluar.

Jauh sebelum seorang teman lain yang memiliki kebingungan serupa soal foto Nana, sebenarnya aku sudah merasa ada perbedaan antara Nana yang kulihat langsung dengan foto yang dikirimnya. Tapi ketika teman yang lain itu menanyakan, aku masih ingat betapa bergegasnya aku mencari dan mencari, lalu menemukan dua hal. Nana memang tidak berbohong soal dirinya pernah menjadi model. Seorang teman dari masa lalu membenarkan. Dan foto yang ternyata bukan dirinya. Mirip tapi bukan. Soal foto itu yang bukan dirinya membuatku kecewa. Untuk apa berbohong?

Kayla membuka dompetnya, menunjukkan sehelai foto. "Ini Nana." Kayla menegaskan. Dan itu wajah yang kuingat. Meskipun sejujurnya aku mulai ragu, karena saat ini aku mulai tak bisa mengingat parasnya. Setidaknya Kayla menegaskan bahwa foto di blognya memang bukan Nana.

Ucapan pelannya itu berlanjut dengan rentetan kalimat, yang menjelaskan ia juga tidak paham alasan Nana mengirim foto yang 'mirip' itu.

Nana adalah sosok yang tak pernah benar-benar dimengerti oleh siapapun, bahkan oleh dirinya. Kayla menceritakan tentang Nana yang di satu saat begitu ceria, tapi di saat lainnya seolah terobesesi dengan kematian. Nana yang begitu percaya diri pada satu waktu, tapi menjadi sebaliknya di waktu lain.

Beberapa hari sebelum Nana berpulang, mereka sempat bertemu. Di Banda Aceh. Dan Nana yang ditemui Kayla adalah seorang gadis berparas tirus, kurus, "...matanya cekung hitam." Kayla menjelaskan.

Kayla terdiam lama, sebelum bertanya. "Kenapa kamu mencari soal foto itu," pertanyaan Kayla terucap pelan. Tapi bagiku itu menusuk tajam. "karena Nana menyebutkan kamu sebagai teman yang paling dipercayanya," ujar Kayla lagi, "padamu, Nana menceritakan hampir semuanya, Nana membagi impiannya, dan berharap satu waktu kamu akan menulis mengenai seorang gadis seperti dia."

Aku terdiam. Ya Nana bahkan percaya aku satu ketika akan menerbitkan buku, dia percaya satu waktu akan menjadi penulis seperti yang ku impikan, dia bahkan 'memesan tempat' dalam tulisanku, yang manapun itu.

Jujur. Saat itu, ketika pertanyaan dari seorang teman lain mengenai foto yang ternyata bukan Nana, muncul dan mencuat. Ide untuk menelusuri sepertinya sangat wajar, tapi sekarang rasanya berbeda. Tidak salah dan wajar saja mencari dan mencari. Tapi sekarang aku seperti mengkhianati kepercayaan yang Nana berikan.

"Kita tidak akan pernah tahu alasannya," Kayla berujar, masih pelan, nyaris datar, "ada seribu kemungkinan, yang tidak akan terjawab. Nana membawa semuanya bersama kepergiannya. Dan kita hanya bisa mengira-ngira."

Kayla bangkit dari duduknya. Kayla juga tidak mengizinkan aku memotret foto di dompetnya.

"Kamu tahu, Nana tidak membutuhkan apapun lagi sekarang. Apakah kamu mau menerimanya apa adanya sebagai seorang teman, dengan segala kekurangannya, dengan segala ketidaksempurnaannya. Atau kamu menganggapnya sangat buruk karena satu hal itu. Terserah. Bila berandai-andai apa sebabnya, mungkin Nana hanya tak ingin diingat jelek. Semua perempuan suka dirinya dianggap cantik. Dan Nana mungkin tidak siap kehilangan itu."

Kayla berlalu, tapi kata-katanya menghujam. Meninggalkan bekas yang kuat. Membuatku berpikir tentang betapa segala kemajuan dunia ini telah merubahku. Ya, berubah menjadi sosok yang tanpa sadar kehilangan kepercayaan pada orang lain. Diam-diam dalam jiwa ini, ternyata hidup aku yang lain, yang bergegas mencari kekurangan dan kesalahan orang lain.

Bahkan setelah kematiannya, tetap dengan dunianya yang aku tidak pernah bisa mengerti, Nana masih menjadi teman yang mengingatkan. Kita hidup di dunia yang sangat tidak sempurna. Dunia dimana tidak ada orang yang sepenuhnya buruk dan atau sepenuhnya baik. Pada akhirnya pilihan untuk menilai baik buruk itu kembali di tangan kita sendiri.

Seperti kata Kayla. Aku tidak akan pernah tahu alasannya. Dan sejujurnya, aku tidak peduli lagi.




  1. Makasih Bai, juga buat kritik n sarannya. :)

    ReplyDelete
  2. Terlepas dari alur dan tema yang diangkat, aku mau komen secara teknis boleh yaaa :-D gatel banget soalnya ini hahahah

    Pertama, membacanya agak bingung soalnya tidak jelas mana yang narasi mana yang kutipan. Dialog antara si 'aku' dengan Kayla harusnya diberi tanda petik ("..."), contoh: Kayla terdiam lama, sebelum bertanya. Kenapa kamu mencari soal foto itu. Pertanyaan Kayla terucap pelan. Tapi bagiku itu menusuk tajam. Karena Nana menyebutkan kamu sebagai teman yang paling dipercayanya. Ujar Kayla lagi. Padamu, Nana menceritakan hampir semuanya, Nana membagi impiannya, dan berharap satu waktu kamu akan menulis mengenai seorang gadis seperti dia.

    Kira-kira idealnya begini:

    Kayla terdiam lama, sebelum bertanya. "Kenapa kamu mencari soal foto itu?" Pertanyaan Kayla terucap pelan. Tapi bagiku itu menusuk tajam. "Karena Nana menyebutkan kamu sebagai teman yang paling dipercayanya," ujar Kayla lagi. "Padamu, Nana menceritakan hampir semuanya, Nana membagi impiannya, dan berharap satu waktu kamu akan menulis mengenai seorang gadis seperti dia."

    Kedua, penggunaan nama orang, nama tempat, nama bulan, nama hari harus diawali dengan huruf kapital. Contoh: Ramadhan (nama bulan dalam kalender Hijriyah), Jumat (nama hari), Mei (nama bulan dalam kalender Masehi),

    Ketiga, penggunaan kata depan (di, ke,) yang menunjukkan keterangan tempat harus dipisah. Misalnya: di saat, di antara, di pintu, di kamar. Sedangkan yang menunjukkan kata kerja harus digabung seperti; dipetik, dipukul, ditulis.

    sementara itu aja dulu :-D

    ReplyDelete
  3. Nulisnya buru-buru tadi, oke deh diperbaiki :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. dimaklumi bang, stok alasan masih banyak kok, ya kan ya kan ya kan? :-D

      Delete
    2. Hahaha palis dirimu, Han. Lupa tadi nulis langsung di blog. Kebawa kebiasaan kalau nulis pakai draft dulu, 'n biasanya pas nulis draft ya nulis aja, acuh sama tata bahasa dll, ntar sudah selesai, baru di edit ulang.

      But thanks dah ngingatin, jadi peringatan biar gak kebawa di blog lain kali.

      #TetapAjaPalisKaliDirimu

      Delete
    3. Hahahahaha..mantap kali ihan patahin alasan bang sayed *ngakak*

      Delete
  4. Komentar Kak Ihan bisa ditulis dalam satu postingan lain. Kece Badai lah memang semua Blogeer Aceh ini. :*

    ReplyDelete
  5. Oleh-oleh dari Malaka mana Hat? bawa pulang golok ya?

    ReplyDelete

Start typing and press Enter to search