Wednesday, March 2, 2016

Maksimalnya Ija Kroeng Di Dataran Tinggi Gayo


Ija Kroeng, bila dialih bahasakan kata bahasa Aceh itu berarti kain sarung. Salah satu produk fashion yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat di beberapa belahan dunia.

Lirik saja Srilanka, dan tersenyumlah ketika melihat dari masyarakat yang memanggul sayur mayur, hingga pasukan milisi yang memanggul senapan serbu dan pelontar roket anti tank, berjalan dengan memakai ija kroeng. Di wilayah beraroma melayu, kain sarung juga menjadi busana sehari-hari.

Tapi ketika saya pindah dari pesisir Aceh untuk menetap di Dataran Tinggi Gayo, baru saya tersadar betapa maksimalnya penggunaan kain sarung.

Dulu ada satu masa ketika saya bagian dari pengguna kain sarung yang cukup rutin. Alasannya sederhana, itu busana wajib untuk mengaji di meunasah/balee. Tapi beranjak dewasa, saya mulai lebih sering menggunakan celana panjang, entah itu celana kargo, atau variasi celana lainnya sebagai busana sehari-hari.

Tahun 2013 saya memutuskan pindah ke kota Takengon. Menetap bersama Istri dan anak-anak, setelah selama sekian tahun menjadi ayah dan suami yang 'egois' mencoba mengejar mimpi di kota Banda Aceh. Mimpi itu kandas.

Saat menetap di Takengon saya mulai melihat hal lama yang nyaris terlupakan. Pengguna kain sarung terlihat bertebaran memenuhi hampir setiap sisi aktifitas, di seluruh penjuru kota. dan variasi penggunaanya memang layak membuat ija kroeng sebagai komponen busana berlabel multi fungsi.

Selain dililitkan standar seperti biasa, Kain sarung lazim digunakan sebagai pengganti syal. Dilipat memanjang, lalu dilingkarkan di leher, dan ternyata ampuh menahan dinginnya udara malam pegunungan yang tak jarang nyaris membekukan. Dan tetap fashionable.

Juga efektif ketika harus ke kebun, karena selain sebagai syal, bisa dililikan di pinggang sebagai sabuk, menyangga pisau atau parang. Yang begitu dibutuhkan langsung bisa digelar sebagai alas duduk, atau diselubungkan menjadi 'jubah'. Dan karena bahannya, efektif menjaga suhu tubuh dan menahan panas.

Hembusan angin pegunungan yang terkadang sangat deras, sering menjadi sebab debu dan pasir berubah menjadi badai kecil yang membahayakan. Sedikit modifikasi, kain sarung berubah menjadi pelindung wajah. Yang bahkan seorang teman mengatakan teruji efektif ketika dia menghadapi badai pasir disebuah perjalanan ke India. Negara yang juga terkenal maksimal dalam menggunakan kain sarung.

Jubah penutup tubuh, alas duduk, syal, penutup dan pelindung wajah ketika badai. Belum lagi modifikasi kreatif lain semisal menjadi tas bongkar pasang untuk membawa barang, atau menggendong anak. Dan masih terbuka berbagai penggunaan kreatif lainnya.

Yang paling menarik tapi sering terlanjur dianggap biasa. Variasi motif dan warnanya yag sangat beragam. Membuat kain sarung bisa dipadukan sebagai penopang gaya, atau malah menjadi unsur utama dari gaya itu sendiri.

Dan sepertinya, kain sarung mulai kembali menunjukkan eksistensinya.

Beberapa waktu terakhir, ketika saya ke Banda Aceh, saya melihat mulai ada anak muda yang menggunakan kain sarung sebagai gaya berbusana. Tampil santai dengan kaos distro, berbalut kain sarung, turun dari mobil, atau melangkah santai setelah memarkirkan motor. Menyandang ransel, dan membaur di tengah keramaian cafe yang mulai memenuhi kota Banda Aceh.

Dan salah satu yang mempengaruhi kebangkitannya adalah satu brand lokal yang mulai terkenal luas, Ija Kroeng. Eit, tunggu dulu, ini bukan iklan. Walaupun tulisan ini memang diikutkan dalam giveaway #SithonIjaKroeng. Tapi saya bukan pemburu lomba yang nulis apa saja dibaik-baikin buat mengejar peluang menang. Lha rating blog aja saya nggak peduli. Ngeblog bagi saya adalah sarana menulis, dan menyuarakan isi hati (agak idealis meunan hehehe.) ...makanya juga blog saya sepi T_T

Tapi produk lokal ini memang layak diancungi jempol. Bukan sekedar memproduksi kain sarung, Ija Kroeng mencoba memposisikan kain sarung sebagai gaya hidup yang bernilai dan tentu saja fashionable. Kontrol kualitas, design yang digarap serius, unsur lokal yang tidak dilepas. Suka tidak suka, Ija Kroeng punya peran dalam membangkitkan kembali gaya berkain sarung.


Bagaimanapun, tulisan ini bukan membahas mengenai brand Ija Kroeng, tapi bagi yang ingin tahu, silahkan mampir ke sini saja. Menyingkap Inspirasi Ija Kroeng, Brand Lokal Bergaya Internasional.

Bagi saya pribadi, ada kenangan tersendiri ketika melihat trend berkain sarung yang kian meningkat. Nuansa kenangan, dan juga kerinduan pada tanah Aceh yang dulu. Ketika agama dan budaya berjalan beriringan, saling menguatkan. Ketika sebutan Serambi Mekkah itu menjadi hal nyata dalam sikap sehari-hari.

Tsunami masih menyisakan bekas hingga hari ini. Bukan hanya sisa puing yang setelah satu dekade tersembunyi tertutup semak belukar, bukan hanya luka mental yang masih membuat orang Aceh terlompat ketika merasa ada gempa. Tapi juga masuknya pemikiran asing yang merusak perlahan-lahan. Menyusup dari satu dua oknum tak bertanggung jawab diantara ribuan sosok relawan asing yang berkorban untuk membangun Aceh dengan sungguh-sungguh.

Pemikiran kecil, seperti bibit yang berkembang tanpa disadari, menggerogoti jiwa dan pikiran generasi baru, menarik-narik menjauh dari Aceh yang sejak ribuan tahun adalah bukti nyata harmonisasi kehidupan beragama, Islam yang kokoh, dan budaya yang kuat.

Melihat mereka melangkah dengan bangga dalam balutan kain sarung, tak bisa tidak, ada asa yang terbentuk. Harapan bahwa generasi yang baru ini, yang bangga dengan budayanya, juga akan jadi generasi yang mengembalikan kegemilangan Aceh.

Mimpi? Tidak. Saya hanya berharap, dan  percaya. Semua hal baik, pada akhirnya akan membawa kembali kebaikan lainnya. Dengan satu atau lain cara.



  1. Gayo sepertinya butuh banyak Ija Kroeng ya, tiada hari tanpa sarung di sana. :D
    Nice share Bang.

    ReplyDelete
  2. iya tuh, dimana-mana. Di pasar pun ragam pilihannya luar biasa.

    ReplyDelete
  3. Bangga sekali ya pak kalau bisa melihat anak-anak muda memakai sarung sebagai busana keseharian, sarung memang identik dengan indonesia. saya tertarik sekali dengan motifnya. Bagus.

    ReplyDelete
  4. Kain sarung pasti laku dijual di dataran tinggi ya, Bang. Tiap hari selalu dipakai. :D

    ReplyDelete
  5. ujung2nya bang sayid curcol wkwkwkw

    ReplyDelete
    Replies
    1. Curcol bernas. Bang yudi. Kain sarung jadi pakaian sehari-hari di Takengon. :D

      Delete

Start typing and press Enter to search