Sunday, August 2, 2015

Suka Melihat Orang Marah? Jangan-Jangan Anda NPD

Narcissus by Caravaggio | en.wikipedia.org
Merasa puas ketika bisa membuat orang lain merasa lebih rendah. Gembira ketika berhasil membuat orang yang dianggap 'mengganggu superioritas' meledakkan amarah. Atau bisa jadi meyakini kalau orang lain sangat tidak memahami betapa bagus dan berkualitas diri anda.

Saya selalu membayangkan yang namanya narsis adalah suka tampil di depan orang lain, atau senang menjadi pusat perhatian. Ternyata suka jadi 'bintang' itu hanya salah satu dari efek Narsis.

Menemukannya secara tidak sengaja ketika mencari data untuk project menulis yang kesekian. Awalnya saya mencari gangguang kejiwaan untuk memperkuat karakter tokoh yang sedang saya bangun untuk tulisan. Seorang laki-laki yang tidak memiliki 'diri pribadi' seutuhnya. Menciptakan peran dan karakter bagi dirinya, dan itu membuatnya bisa hidup.
Bukan hal yang mudah mencari referensi dengan menggunakan kata kunci pada search engine. Saya malah kebanjiran berbagai informasi yang membuat saya malah jalan kemana-mana. Salah satunya adalah menemukan mengenai Borderline Personality Disorder.

If you have borderline personality disorder (BPD), you probably feel like you’re on a rollercoaster—and not just with your emotions or relationships, but your sense of who you are. Your self-image, goals, and even your likes and dislikes may change frequently in ways that feel confusing and unclear. (Lengkapnya bisa di baca disini )
Orang-orang yang menderita BPD cenderung sangat sensitif. Emosinya seperti balon yang sudah sangat penuh. Hal kecil yang sepele bisa memicu amarahnya, atau ledakan emosi. Hal-hal seperti:

  • Merasa kosong, hampa, atau tidak berharga.
  • Perubahan emosinya sering terjadi, yang ujung-ujungnya bisa pada ledakan amarah, rasa ketakutan yang luar biasa, atau kesedihan yang sangat menekan.
  • Sering merasa sangat takut ditinggalkan oleh orang yang dianggap berarti.
  • Perasaan terhadap orang lain bisa berubah drastis tanpa lasan yang jelas.
  • Ketika merasa tidak nyaman pada hubungan atau ikatan, atau interaksi dengan orang lain, maka tindakan pertahanan yang dilakukan adalah 'menyerang'. Dengan bahasa tubuh atau bisa jadi perkataan yang membuat 'lawan' tidak nyaman atau merasa terganggu.
Sampai bagian ini, saya teringat seorang teman. Bisa dikatakan semua hal tadi ada pada dirinya. Seorang yang sempurna (dalam arti manusiawi) secara fisik, dan berasal dari lingkungan dengan kondisi finansial yang sangat baik. Membaca lagi berbagai referensi, saya menemukan beberapa hal menarik lain. Bahwa BPD ini bisa diobati. Teori yang mengatakan tentang kemungkinan seorang penderita BPD ini memiliki sejarah masa lalu dengan orang terdekat yang memiliki kecenderungan BPD (atau malah mederita BPD). Dan beberapa teori lain yang mengarahkan kepada disorder yang lain, Narcissistic Personality Disorder.

Membaca berbagai keterangan tentang Narcissistic Personality Disorder, atau NPD ini ternyata sangat menarik. Salah satunya adalah karena dalam beberapa kesempatan, saya sempat berinteraksi dengan orang-orang yang menjadi bintang di atas panggung. Ada yang trainer, coach, penyiar, MC, penulis, dan sejenisnya. Sebagian mereka adalah orang-orang dengan kualifikasi diri yang dahsyat, yang lainnya justru kebalikan, orang yang diam-diam ditertawakan dibelakang mereka karena menilai diri terlalu tinggi, saya lupa siapa yang mencetuskan istilahnya, tapi ada teman yang melabeli dengan istilah PDOP, Percaya Diri Over Dosis.

NPD ini bisa diartikan sebagai gangguan kepribadian, dimana penderita merasa dirinya lebih berkuasa, lebih sempurna, memiliki kekuasaan yang lebih besar terhadap orang lain, serta ketidak mampuan melihat pengaruh merusak dari sikapnya terhadap orang lain atau bahkan dirinya sendiri.

Lebih gampangnya bisa dibilang begini: Sori bro or sist, aku tuh hebat banget, kalian aja yang gak ngertiin aku. (Kurang akurat sih, tapi cukup mewakili.).

Beberapa referensi menyebutkan lingkungan yang terlalu menyanjung bisa berpengaruh, misalnya memicu Elitist narcissist, perasaan 'bintang' yang dipengaruhi oleh ilusi status sosial yang lebih baik, atau ilusi pencapaian yang lebih hebat.

Lalu, apa hubungannya dengan orang-orang yang saya katakan saya pernah berinteraksi itu. Ada, satu. Mereka punya kecenderungan yang sama, sangat suka memicu kemarahan orang lain. Saya berkali-kali termasuk yang harus menahan geram dan memilih pergi, ketika mendadak mereka menyerang dengan kata-kata yang menjatuh, menghina, atau sesuatu yang memang mereka tahu akan memicu amarah 'objek' serangan mereka.

Ternyata itu adalah mekanisme pertahanan. 

Penderita Compensatory narcissist, memiliki kecenderungan untuk melawan atau bertahan menghadapi perasaan kalah, lebih rendah. Salah satunya dengan menciptakan ilusi dirinya lebih hebat, lebih berkuasa, lebih dominan. Dan menyerang kondisi stabil dari mereka yang dianggap lawan adalah salah satu mekanisme bertahan mereka. 

Bisa membuat orang yang disasarnya marah menciptakan perasaan superior, mampu mengendalikan keadaan orang. 

Membaca penjelasan ini ituy, artikel di berbagai tulisan ilmiah, termasuk jurnal kedokteran, saya teringat bahwa ada satu kearifan lokal, street wisdom, yang sudah lama ada. Satu kebijakan sederhana tanpa pakai penjelasan rumit. Butuh dua orang untuk bertengkar, dan jangan jadikan dirimu orang kedua itu, apalagi yang pertama.

Bertengkar, marahan memang selalu butuh dua orang. Seperti butuh dua tangan untuk tepuk tangan, tidak akan bunyi kalau hanya ada satu. Dan menuruti untuk dibuat marah, hanya akan menjadikan kita menjadi pihak yang kalah. Berpindahlah, kurang lebih begitu kata ustadz saya dulu soal marah. Ketika marah, berpindahlah dari kondisi kita saat marah. Berdiri jadi duduk, duduk jadi berbaring. Ada hadits mengenai itu. Tapi intinya jangan memperturutkan ajakan marah.

Malah ada ungkapan lama, yang karena satu kejadian baru-baru ini saya jadi teringat lagi. Ujar-ujar dalam bahasa Aceh. 

Bek karu ngon ureung pungoe, jih cit ka pungoe, bek roh tanyoe pungoe cit. (versi lainnya; ka pungoe jih bek pungoe tanyoe.) Artinya kurang lebih adalah; Jangan bertengkar dengan orang gila, dia memang sudah gila, jangan kita ikut gila juga.

Maaf, bukan mengatakan penderita BPD/NPD atau disorder lainnya gila. Sama sekali tidak. Itu hanya ungkapan lama. Merujuk pada orang yang emosional itu tindakannya kadang 'gila' jadi jangan diikuti.

Ada ungkapan lain, mengajarkan dengan cara lebih ekstrim. Berhasil dipancing marah artinya kalah.

Secara ilimiah, ternyata menghindari debat, menghindari pertengkaran, malah satu tindakan bantuan bagi mereka. Ada ilusi kepuasan ketika berhasil membuat orang lain marah, kesal, terluka, sedih. Dan dengan tidak menuruti, atau setidaknya menyembunyikan marah, sedih, terluka, justru membuat mereka secara bertahap berkurang 'kecanduan' pada perasaan puas bisa mengendalikan orang lain.

Ah, benar memang. Menjauhi marah, bertengkar dan berdebat, justru satu kemenangan, bukan kekalahan, dan hal yang jauh lebih baik untuk dilakukan.

  1. paranya lagi, klo orang2 seperti ini akhirnya menjadi guru :)

    ReplyDelete
  2. Hehehe tdk merujuk ke siapapun ya, bertengkar dengan orang yg tdk jelas hanya membuat kita ikut nggak jelas :D

    ReplyDelete

Start typing and press Enter to search