Thursday, February 6, 2020

Pilihan Logis Bukan Pilihan Sempurna



Hidup pada akhirnya bisa disederhanakan dengan satu kalimat. Waktu untuk membuat pilihan, terus menerus. Setidaknya itu pendapat saya. Yang ga setuju boleh protes, di tempat lain ya.

Tapi begitulah. Hidup bagi saya memang soal membuat pilihan. Memilih bangun saat alarm berbunyi, atau matikan alarm dan tidur lagi. Memilih minum kopi di pagi hari atau infused water Kurma Lemon. Memilih pakai kaos oblong atau kemeja. Memilih ngopi di WRB atau Kenary. Memilih ngaji dua halaman atau nambah jadi 3 halaman. Termasuk memilih untuk setia, karena selingkuh itu tak pernah tidak sengaja. Pilihan, lagi, lagi, dan lagi.

Dan jujur saja, saat harus membuat pilihan. Seringnya kita menghadapi satu dari dua masalah ini. Satu, terlalu banyak saran. Teman-teman membanjiri kita dengan saran, bahkan mereka sering -- tak sengaja -- berdebat tentang saran mengenai pilihan paling tepat. Terkadang lupa, bahwa tidak semua saran yang disampaikan itu tepat dengan kondisi kita. Karena saran biasanya berdasarkan pengalaman pribadi yang memberi saran, dari pengalaman hidupnya. Faktanya, hidup kita ini berbeda satu sama lain. Masalah yang sama, tapi kondisi yang ada di sekitar masalah itu bisa saja beda.

Kedua, ketika tak ada yang memberi saran sama sekali. Kalau kata lagu lama: all by myself.

Apapun kondisinya, yang satu ataupun dua, hakikatnya saran itu disampaikan. Jangan dipaksakan. Pada akhirnya keputusan adalah hak dan kewajiban dari yang punya masalah. Kita yang punya masalah? Kita yang menentukan pilihan.

Kadang-kadang kita juga manja. Lebih suka orang lain yang menentukan pilihan kita. Bisa jadi karena memang lebih mudah untuk berkelit kalau ternyata pilihan sikapnya tidak memberikan hasil baik. Bisa berkilah dengan kata-kata 'Bukan salahku'.

Btw, ini tidak berarti mengabaikan saran-saran dari orang lain. Saran-saran itu jadi bahan pertimbangan. Bisa dipadukan, dikolaborasikan. Dipilah-pilih.
Ada nasihat yang saya rasa cocok untuk kondisi begitu. Kenali dulu masalahnya apa. Pahami masalahnya apa. Karena sebenarnya mengetahui masalah berarti menemukan setengah jawaban.
Setelah tahu apa masalahnya, kita bisa mulai menimbang berbagai hal yang ada hubungan dengan masalah itu. Memikirkan hal-hal yang mungkin terjadi setelahnya. Lalu membuat keputusan logis.

Iya, keputusan logis. Bukan keputusan yang dipaksakan dari saran teman, dipilih karena tak enak hati bila tak setuju. Bukan keputusan paling ideal berdasarkan teori manajemen masalah menurut penulis buku favorit. Bukan keputusan paling sempurna, karena tak ada keputusan sempurna bagi manusia. Setidaknya kita tidak mungkin tahu itu sempurna atau tidak. Kita hanya bisa berusaha.

Keputusan logis. Keputusan yang paling sesuai dengan kondisi kita, dengan keadaan kita.
  1. Memilih berujung pada sebuah keputusan. Keputusan memiliki konsekuensi, baik atau buruk. Dan menurut saya, proses memilih, memutuskan, dan yang paling penting menerima konsekuensi adalah proses tumbuh manusia menjadi dewasa.

    ReplyDelete

Start typing and press Enter to search